Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Perlukah Penundaan Pemilu 2024?

Friday, March 18, 2022 | 5:10 PM WIB Last Updated 2022-03-19T02:18:07Z

Foto M. Ridwan

Isu penundaan pemilu 2024 seksi menggoda, dan membuat laguh-lagah di lini masa. Ibarat bola salju yang terus bergulir dan bergerak zig-zag. Entah ke mana mengarah dan bermuara. Setala dan setali tiga uang dengan isu yang juga riuh rendah mendahului, adalah perpanjangan jabatan presiden dan jabatan presiden tiga periode.

Artinya, terkait isu penundaan pemilu 2024, perpanjangan jabatan presiden, dan jabatan presiden tiga periode, sesungguhnya apa yang diinginkan oleh para politisi itu, dan bermuara ke mana? Apakah ini? Pertahankan Presiden Jokowi barang beberapa tahun ke depan, atau beri ia kesempatan tetap pada posisinya untuk melanjutkan cetak biru dan kinerjanya setahun atau dua tahun ke depan.

Namun jika tidak dilakukan, karena konsitusi tidak yang memungkinkan, maka biarkan ia dan kasih kesempatan ikut lagi dalam kontestasi pilpres dengan mengandaikan terpaksa lakukan segera amandemen Undang-undang dan peraturan yang ada. Maka jika begitu, berarti berubah, dan jadilah, jabatan presiden tiga periode (3 kali 5 tahun). Bukan lagi dua periode (2 kali 5 tahun).

Karena jika itu semua tidak dilakukan, sekadar mengandai-andai (semoga saya keliru), ini yang ditakutkan dan dikhawatirkan menurut kalkulasi politik (jangka waktu dan anggaran), maka sedikit banyak sangat memengaruhi semua proyek pembangunan infrastruktur, terutama yang sudah (masih) dalam proses.

Maka, tak ubahnya berulang terjadi sebagaimana perisakan pemerintahan ini terhadap pemerintahan sebelumnya: Bakal mangkrak dan dianggap gagal total. Nah, logikanya, mau ditaruh di mana muka ini, apakah itu tidak memalukan. Sedari awal, tahu sendiri. Menggebu meninggalkan kenangan manis, malah sumpah serapah yang didapat. 

Bermimpi meninggalkan legacy, justru bully bertubi-tubi. Jadi enggak enak hati toh. Itu mungkin yang dikhawatirkan. Jadi, panik? Barangkali.

Menurut hemat dan naluri saya yang awam ini tentang politik, jika isu-isu yang terus bergulir itu benar-benar dilakukan, atas dalih apa pun, misalnya, dalih yang terus dinyatakan, karena pertimbangan pemulihan ekonomi pasca pandemi, maka yang ada adalah mudarat, bukan maslahat.

Bukankah itu justru akan mengundang, mengandung, dan melahirkan kemarahan nasional. Di mana-mana orang meradang. Menerjang apa saja. Huru-hara dan kerusuhan di mana-mana. Korban jatuh bergelimpangan.

Oh, tidak! Jangan. Jangan lagi terjadi seperti yang saya saksikan kasatmata tentang tragedi kerusuhan 1998 itu. Pembakaran, penjarahan, pemerkosaan, penembakan, penculikan,  dan penganiayaan terjadi di mana-mana. Mencekam. Menyayat hati.

Sori, bukan mengesampingkan dan menafikan hasil survei dari beberapa lembaga survei (tidak perlu saya sebutkan, sudah masyhur) akhir-akhir ini, bahwa tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan Jokowi tetap berada pada level persentase 70 persen lebih. Masih tinggi.

Juga, bukan memungkiri realitas yang terjadi dalam berbagai faktor dampak pandemi ini, terutama faktor ekonomi. Cobalah para tokoh bangsa ini dilibatkan untuk berembuk baik-baik, bagaimana yang terbaik menghadapi problem bangsa ini demi kebaikan bersama.

Bukan sekadar memuaskan birahi kekuasaan dan meluluskan kepentingan segelintir orang dan golongan dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara tercinta. Ringkasnya, penundaan pemilu 2024, jika itu benar-benar dilakukan, adalah nirfaedah bagi "kita" semua. Legawa. Biarkan suksesi berjalan pada jalannya.

Penulis : M. Ridwan
Anggota Lembaga Profesi 
Pekerja Sosial PB PMII 
Editor : Anita Maria S.
×
Berita Terbaru Update