Oleh: Imam Nur Hidayat (Ketua PC PMII Kebumen)
Tepat pada tanggal 12 Juli 1997, seorang gadis bernama
Malala lahir di Kota Mingora, Pakistan. Pada 9 Oktober 2012, Malala, yang
dikenal sebagai aktivis pendidikan perempuan, ditembak tentara Taliban tepat di
kepala dan lehernya. Malala hampir meninggal sebelum akhirnya dapat diobati di
Birmingham, Inggris.
Penembakan tersebut dipicu oleh kritik Malala terhadap
Taliban. Taliban membuat perempuan tidak bisa mengakses pendidikan yang selevel
dengan kaum laki-laki. Kritik Malala terhadap Taliban, kelompok Islam
bersenjata yang membatasi perempuan mengakses ruang sosialnya memang terhitung
sangat berani.
Atas keberaniannya yang inspiratif itu, sejak 2013 PBB mengganjar
Malala dengan menjadikan hari kelahirannya sebagai pesan pada dunia. PBB menetapkan
tanggal 12 Juli sebagai Hari Malala (Malala
Day) melalui ketetapan Sekertaris Jenderal PBB saat itu, Ban Ki-moon.
Apa artinya Hari Malala bagi dunia? Di hadapan Presiden Majelis Umum Vuk Jeremic,
Utusan Khusus PBB untuk pendidikan global Gordon Brown, dan 500 delegasi muda
PBB, Malala sendiri menyatakan dengan lantang, “Hari ini bukanlah hariku. Hari
ini adalah milik setiap perempuan, setiap anak laki-laki, dan segenap gadis
yang berani bersuara tentang hak-hak mereka!”
Malala secara eksplisit menyampaikan pesan apa yang terkandung
dalam Hari Malala, yakni peringatan bagi setiap perempuan muda agar secara
berani dan terbuka menyuarakan hak-hak mereka. Reuters, dalam rilisannya, menyebut bahwa tujuh dari sepuluh korban
perdagangan manusia adalah perempuan dewasa dan remaja.
Karena itu, Hari Malala adalah momentum untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas pendidikan, terutama bagi perempuan dan remaja. Dengan mencerdaskan
perempuan dan remaja, perdagangan manusia dan kejahatan kemanusiaan
lain terhadap perempuan bisa dikurangi atau bahkan ditiadakan.