Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Perlukah Nalar Kritis atau Bersikap Egois?

Monday, April 4, 2022 | 8:41 AM WIB Last Updated 2022-04-04T15:41:39Z
Foto M. Faisal

Dalam dunia yang saling terhubung secara global dan digital, mahasiswa membutuhkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk sukses baik itu dalam berkarya maupun dalam mewujudkan karya itu.

Pendidikan hari ini berusaha untuk mengembangkan keunggulan dengan membuat pembelajaran digital sebagai prioritas. Di abad ke-21, salah satu pembelajaran yang paling penting ialah nalar kritis. Berpikir kritis sebagai basis dalam membuat penilaian, dan penarikan kesimpulan yang tepat.

Nalar kritis dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk terlibat dalam pemikiran reflektif dan mandiri. Intinya, pemikiran kritis mengharuskan kita menggunakan kemampuan bernalar secara optimal. Pemikir kritis mempertanyakan ide dan asumsi dengan ketat

Tragedi yang kita kenal dengan tragedi Reformasi itu merupakan hasil nalar kritis mahasiswa pada eranya bagaimana tidak tragedi yang terjadi sepanjang tahun 1998 menjadi catatan sejarah perjuangan para pemuda dan mahasiswa Indonesia untuk mewujudkan demokrasi sesuai cita cita bangsa.

Berdasarkan latar belakang sejarah panjang perjuangan pemuda dan mahasiswa Indonesia. Lantas, sekarang ini faktor apa yang mempengaruhi berkurangnya nalar kritis pada mahasiswa ? Bagaimana solusi untuk membangun kembali nalar kritis mahasiswa tersebut ?

Puluhan tahun berlalu, kekuasan berubah , zaman berubah, teknologi berkembang. Dimana mahasiswa sebelumnya tidak terpapar dengan kenikmatan teknologi berubah menjadi mahasiwa yang telah bergantung dengan teknologi. Apakah teknologi ini salah ? Teknologi memang dapat memudahkan manusia di zaman yang modern seperti ini jika digunakan dengan baik dan bijak. Tetapi, saat ini teknologi bagaikan racun yang mematikan bagi generasi muda Indonesia.

Mereka tidak lagi duduk berdiskusi tentang bangsa ini, melainkan mereka duduk membahas apapun tentang media sosial bahkan mereka sibuk dengan game yang tersaji di smartphone mereka. Sedangkan bangsa ini tetap membutuhkan kaum intelektual seperti mahasiswa dan pemuda yang kritis untuk membangun bangsa.

Kaum intelektual tidak seharusnya tunduk pada kekuasaan, mereka harus kritis agar dialektika dapat terjadi.

Dengan nalar kritis, muncul lah berbagai sudut pandang mengenai kebijakan kebijakan yang telah diperbuat pemerintah, dengan tujuan untuk membangun bangsa ini.

Karena pada dasarnya kritik itu membangun, bagaimana negara ini bisa bangun dari keterpurukan jika rakyat bahkan kaum intelektualnya hanya tunduk pada kekuasaan. 

Menurut hemat pandangan penulis, solusi untuk membangun jiwa nasionalisme para pemuda khususnya dikalangan mahasiswa sebagai kaum intelektual tidaklah mudah. Mereka lebih senang berkecimpung di dunia maya dan bermain game ketimbang meningkatkan daya kritis mereka dengan berliterasi. Karena sesuai dengan cita cita bangsa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. 

Membaca merupakan salah satu cara untuk meningkatkan literasi, dengan daya literasi yang tinggi secara tidak langsung pemahaman mereka akan segala persoalan akan bangkit sehingga dapat timbul nalar kritis terhadap persoalan tersebut. Literasi juga dapat menangkal penyebaran berita hoax yang marak pada saat ini, berita hoax sangat mudah menyebar di media sosial akibat rendahnya kemampuan berliterasi. 

Kalangan Mahasiswa pada saat ini memang krisis nalar kritis, bagaimana kita dapat memajukan kesejahteraan umum dan membangun suatu bangsa jika jiwa kritis para pemuda dan terutama di kalangan mahasiswa sangatlah minim. 

Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya kemana semangat jiwa nasionalisme mahasiswa saat ini, apakah mereka para mahasiswa tertidur pulas dalam kenikmatan teknologi, Atau terjebak di dalam kemajuan yang serba terfasilitasi.

Penulis : M. Faisal Firdaus
Kader PMII Kota Dumai
Editor : Titis
×
Berita Terbaru Update