Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ada Apa dengan Opini Jokowi The King of Lip Service?

Wednesday, July 7, 2021 | 5:11 AM WIB Last Updated 2021-07-07T12:11:29Z


Oleh : Tiara Lst

Ketua KOPRI PK PMII STAI HAS

Cabang Kabupaten Bekasi

Akhir-akhir ini sosial media digemparkan oleh meme dan opini yang diposting oleh BEM Universitas Indonesia melalui akun twitternya pada hari sabtu, 26 juni 2021. Meme yang berisikan foto Presiden Jokowi memakai mahkota, berlatar belakang bibir dan bertuliskan 'Jokowi: The King of Lip Service' tersebut berisikan kritikan terhadap kepemimpinannya selama menjadi presiden yang kerap kali mengobral janji tetapi seringkali kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.

Sebelum membaca tulisan ini lebih jauh mari kita buang permusuhan dimasa lalu antara _cebong_ dan _kamvret_, sebab saat ini sudah tahun 2021 dan sudah seharusnya kita bisa _move on_ dari 2019, dimana tidak lagi berbicara sebagai _cebong_ atau _kamvret_, tetapi sebagai rakyat Indonesia yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawal pemerintahan dan wakil-wakil rakyat yang memenangkan kontestasi pemilu beberapa tahun silam.

Mari membaca tulisan ini berdasarkan sudut pandang yang objektif, mengakui yang benar itu benar dan yang salah itu salah.

The King of Lip Service, begitulah kira-kira BEM UI memberikan julukan kepada Presiden Jokowi karena banyak sekali kebijakan Jokowi yang bertolak belakang dengan janji-janjinya. Mulai dari pernyataannya yang meminta didemo, tetapi faktanya banyak sekali demonstran yang ditangkap dan dihalang-halangi ketika melakukan aksi. Kemudian UU ITE yang dijanjikan akan direvisi tetapi rencana revisi tersebut malah merepresi kebebasan berekspresi dan justru malah mencederai demokrasi. Sampai kepada upaya-upaya pelemahan KPK yang semulanya dijanjikan akan diperkuat, faktanya justru sebaliknya. Misalnya undang-undang yang direvisi, Firli Bahuri sebagai ketua KPK banyak kontroversi dan adanya Tes Alih Status ASN.

Namun ternyata meme dan narasi yang diposting BEM UI mendapatkan banyak sekali pro dan kontra dari masyarakat, bahkan dari pihak kampusnya sendiri. Pihak UI beranggapan bahwa presiden merupakan simbol negara dan meme yang posting oleh BEM UI telah melecehkan simbol negera sehingga kritiknya dianggap tidak beretika.

Pihak kampus bahkan sampai memanggil BEM UI dan meminta untuk menghapus postingan tersebut. Padahal seharusnya pihak kampus tidak perlu sampai melakukan pemanggilan, karena hal tersebut justru membuat mahasiswa seperti kehilangan kebebasan berekspresi yang justru dapat mencederai cita-cita reformasi.

Sebetulnya meme dan narasi yang dibangun oleh BEM UI masih dalam batas wajar karena tidak ada gambar maupun narasi yang menyerang secara personal, tetapi lebih kepada menagih janji-janji Jokowi sebagai presiden. Sebagai mahasiswa dan warga negara tentunya kritik dari BEM UI merupakan salah satu bentuk pengawalan terhadap pemerintah atas kinerja dan kebijakannya, sebab sebagai _agent of social control_ mahasiswa harus jeli terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, karena sekecil apapun kebijakannya pasti memiliki dampak yang besar bagi masyarakat.

Pihak kampus seharusnya tidak usah menghalang-halangi mahasiswa menjalankan perannya. Pihak kampus dan masyarakat seharusnya lebih melihat substansi dari kritikan yang dilayangkan, sehingga bisa menjadi evaluasi bagi pemerintah terkhusus presiden sebagai sasaran utama kritikan tersebut. Sebab jika dilihat dari substansi kritikan tersebut argumen BEM UI jelas berdasar dan sesuai fakta. Meski begitu, pendukung fanatiknya Jokowi terus membela dengan dalih Jokowi adalah manusia biasa yang kepemimpinannya tidak sempurna,  janji jokowi sebagian sudah terealisasi, masih ada tiga tahun lagi untuk merealisasikan yang belum terealisasi, dan lain-lain. Ya, hal tersebut memang betul. Tetapi sebagai masyarakat yang sudah dijanjikan yang menaruh harapan besar kepada yang membual janji, tentunya berhak untuk menagih janji tersebut. Kemudian ini bukan hanya perihal menagih janji yang belum terealisasi, tetapi menagih janji yang realisasinya bertolak belakang dari apa yang dijanjikan. Bukankah sebagai warga negara mempunyai hak untuk mengingatkan kembali?

Jika memang berniat merealisasikan janjinya seharusnya dapat memberikan jawaban 'kapan janji tersebut akan terealisasi? Sudah sejauh mana upaya yang dilakukan untuk merealisasikan janji-janjinya? Mengapa banyak janji yang realisasinya bertolak belakang dengan yang dijanjikan? dan apa langkah yang akan diambil pasca kritikan ini?' Jadi santai saja, tidak usah berlebihan dan memancing perdebatan kosong yang tidak berujung pada solusi. Belajarlah dewasa dalam berdemokrasi. Jangan menutup mata terhadap apa yang memang salah. Akui apa yang memang kurang tepat dan seharusnya tidak boleh terjadi.

Namun, meski begitu perlu diakui sikap yang diambil Presiden Jokowi dalam menanggapi kritikan tersebut cukup bijaksana. Beliau menanggapinya dengan santai dan memaklumi kebebasan berekspresi yang dilakukan, sehingga setidaknya bisa meredam sedikit emosi dari beberapa pendukung fanatiknya yang tidak terima jika Jokowi dikritik. Meski disisi lain pernyataannya perihal kritik dengan sopan santun pun masih ambigu dan multi tafsir.

Namun saya berharap viralnya meme dari BEM UI ini tidak dianggap angin lalu oleh Presiden dan tidak menghilangkan substansi dari kritikan yang ingin disampaikan.

Saya berharap masyarakat juga bisa bijaksana dalam menyikapi dan tidak mudah terprovokasi jika ada yang berusaha mengambil peluang untuk menunggangi kritikan tersebut. Fokus pada substansi apa yang dikritisi, serta tetap mendukung kebijakan pemerintah yang memang baik dan mengawal semua kebijakannya agar tetap berpihak kepada rakyat. Kritisi apa yang memang perlu dikritisi. Kritik tanpa menjatuhkan dan kritik untuk membangun.

_Cikarang, 1 Juli 2021_

×
Berita Terbaru Update