Tulisan ini merupakan refleksi kritis terhadap strategi dakwah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dalam menanamkan ideologi Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), yang ditulis berdasarkan pengalaman penulis sebagai kader aktif dan dijadikan juga oleh penulis sebagai judul skripsi "Strategi Dakwah PMII RADASI UINSA dalam Penanaman Ideologi
Aswaja".
Ditengah perubahan sosial dan tantangan era digital, penanaman nilai-nilai Aswaja tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan formalistik semata. Berdasarkan pengamatan dan keterlibatan langsung dalam berbagai kegiatan kaderisasi, tulisan ini menunjukkan bahwa strategi dakwah PMII perlu terus dimodifikasi agar relevan dan menyentuh ruang-ruang aktual kehidupan mahasiswa. Tulisan ini membahas bagaimana dakwah PMII dikembangkan melalui proses kaderisasi, penguatan literasi keislaman, serta penggunaan media digital sebagai ruang baru dakwah Aswaja.
Saya menulis ini bukan semata-mata sebagai peneliti, tetapi sebagai kader PMII yang telah menjalani proses kaderisasi dari tingkat MAPABA hingga PKD. Dalam pengalaman saya, berbicara tentang dakwah dan penanaman ideologi Aswaja di PMII bukanlah hal yang mudah. Di tengah derasnya arus informasi, banyak mahasiswa justru lebih mengenal tokoh-tokoh dakwah digital daripada memahami apa itu Aswaja. Padahal, Aswaja sebagai fondasi ideologis PMII memuat nilai-nilai penting: moderasi, toleransi, dan keadilan sosial yang sangat relevan untuk menghadapi tantangan zaman.
Aswaja dalam Perspektif Kader PMII
Sejak pertama kali mengikuti MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru), saya mulai mengenal istilah Aswaja. Namun, pemahaman awal saya bersifat tekstual dan normatif: mengikuti mazhab empat, berpikir moderat, dan menjunjung toleransi. Butuh waktu dan proses yang cukup panjang dalam diskusi, forum, bahkan perdebatan internal, untuk benar-benar memahami bahwa Aswaja adalah cara berpikir dan bersikap dalam merespons realitas sosial secara adil dan berimbang.
Strategi Dakwah PMII: Antara Idealitas dan Realitas
1. Kaderisasi sebagai Ruang Penanaman Nilai
Proses kaderisasi menjadi jalur utama dakwah ideologis. Dalam kegiatan seperti PKD dan PKM, saya menyaksikan bagaimana nilai-nilai Aswaja ditanamkan melalui diskusi, bedah kitab, dan analisis sosial. Namun, tantangannya adalah bagaimana membuat kader tidak sekadar menghafal konsep, tetapi mampu menerapkannya dalam kehidupan kampus dan masyarakat.
2. Dakwah Kultural dan Sosial
Salah satu kekuatan PMII adalah pendekatan kultural. Saya pernah terlibat dalam kegiatan sosial seperti ngaji kitab kuning di warung kopi, diskusi publik, hingga aksi damai di tengah masyarakat. Semua itu menjadi sarana efektif untuk menanamkan nilai-nilai Aswaja dalam bentuk yang lebih hidup, tidak hanya teoritis.
3. Pemanfaatan Media Digital
Dalam era digital, PMII tidak bisa lagi mengandalkan selebaran dan forum luring. Saya melihat pergeseran ini terutama saat pandemi COVID-19, di mana forum-forum daring seperti diskusi Zoom, podcast, dan konten dakwah di Instagram mulai marak. Namun, saya juga menyadari bahwa belum semua cabang PMII mampu memaksimalkan ruang ini. Perlu pelatihan khusus agar kader bisa menjadi kreator konten yang membawa pesan-pesan Aswaja dengan narasi yang segar dan kontekstual.
4. Dakwah Melalui Keteladanan
Ada satu hal yang menurut saya jarang dibicarakan, padahal sangat penting: dakwah melalui perilaku kader. Mahasiswa yang aktif di PMII harus menjadi representasi nilai-nilai Aswaja, bukan hanya dalam forum, tapi dalam keseharian dalam cara berpikir, berbicara, hingga bergaul lintas identitas. Dalam banyak kasus, saya melihat bahwa keteladanan lebih berpengaruh daripada ceramah panjang lebar.
Tantangan Nyata di Lapangan
Dakwah Aswaja bukan tanpa hambatan. Di kampus saya, banyak mahasiswa baru yang lebih tertarik dengan narasi-narasi keislaman yang kaku dan skripturalis karena mereka lebih masif di media sosial. PMII harus bersaing dengan kelompok-kelompok tersebut, bukan dengan konfrontasi, tapi melalui argumentasi yang kuat dan pendekatan yang ramah. Selain itu, minimnya bacaan dan diskusi mendalam tentang ke-Aswaja-an sering membuat kader hanya berhenti pada simbol dan jargon.
Kesimpulan
Strategi dakwah PMII dalam menanamkan ideologi Aswaja harus terus bertransformasi. Pendekatan yang saya alami secara langsung melalui kaderisasi, budaya intelektual, kerja sosial, dan digitalisasi sudah berada di jalur yang tepat. Namun, keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada komitmen kader untuk terus belajar, beradaptasi, dan menjadi teladan nilai-nilai Aswaja. Dakwah tidak cukup hanya dengan ceramah; ia butuh aksi nyata, keteladanan, dan kreativitas dalam menghadapi realitas sosial yang semakin kompleks.
Penulis: Mohammad Aqil Baihaqi (Wakil Ketua Senat Mahasiswa FDK, Kader PMII Rayon Dakwah Dan Komunikasi UINSA)
Editor: Titis Khoiriyatus Sholihah
