Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pentingnya Membangun Kesadaran Peran Perempuan di Ruang Sektoral

Tuesday, December 7, 2021 | 5:47 AM WIB Last Updated 2021-12-07T13:47:39Z
Foto Asya Apiah

Korp PMII Putri disingkat KOPRI lahir pada tanggal 25 November 1967,  mengalami proses panjang dan dinamis. KOPRI sebagai wadah perempuan dalam berproses dan berperan mengembangkan bakatnya. Baik mengembangkan segala potensi yang dimiliki atau untuk menggali potensi di dalam diri. Misal, dalam hal wacana politik, serta aspek-aspek lain yang merupakan hak fitrah sebagai seorang manusia, agar tidak terkesan bahwa perempuan merupakan sub gender dari laki-laki. Harapan dengan adanya wadah ini segala keterbelakangan perempuan tidak ada lagi dan perempuan menjadi lebih berkembang, untuk meningkatkan kulitas diri dalam menempati setiap peran pada ruang sektoral. Dengan meningkatkan intelektualitas diri perempuan, sedikit demi sedikit budaya merendahkan martabat perempuan pun hilang. Melalui kecakapan cara berpikir perempuan akan mengikis stigma yang melekat pada diri perempuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan menjadi amunisi yang diperlukan dalam regulasi kecerdasan. 

Dari masa ke masa percepatan gerakan KOPRI terlihat hingga saat ini. Tidak menutup kemungkinan seiring berjalannya waktu setiap keadaan akan memiliki kebutuhan yang berbeda. Dengan demikian, kita cukup mengambil pelajaran dari yang sudah terjadi. Keterwakilan perempuan saat ini di ruang sektoral menjadi pencapaian besar.
Laki-laki dan Perempuan dianugrahi akal pikiran sebagai potensi pengembangan keilmuan seperti yang dijelaskan dalam surah (Ali-Imran ayat; 110). Dalam ranah sosial baik perempuan atau laki-laki memiliki kewajiban yang sama.

Keimanan manusia akan meningkat melalui realisasi manusia melaksanakan amal yang baik, mendorong untuk melakukan amal personal atau sosial. Islam memberikan hak yang sama pada laki-laki dan perempuan untuk memberikan pengabdian pada Agama, Negara dan Bangsa seperti dalam surah (Ali-Imran ayat; 195) dan surah ( An-Nahl ayat; 97). 

Perempuan dalam Islam mendapat tempat yang mulia, Islam memperbolehkan perempuan melakukan peran tersebut dengan konsekuensi ia mampu dan memiliki kapasitas untuk menduduki peran di ranah sosial. Bahwa kedudukan perempuan dalam proses sistem negara bangsa telah dibuka. Namun, tetap memperhatikan bahwa kualitas, kapabilitas, dan akseptabilitas menjadi acuan utama. Bagaimanapun yang dilakukan, harus memiliki ketentuan tanpa melupakan fungsi kodrat sebagai perempuan. 

Selain itu, syariat Islam telah menyamakan laki-laki dan perempuan baik dalam hal perdata, pidana, mencari ilmu dan memenuhi segala hal untuk kebaikan jiwa raga dan akalnya juga keselamatan agama. Peran domestik merupakan kesejatian kodratnya sebagai pendidik pertama bagi anaknya. Islam telah mengatur hak dan kewajiban perempuan dalam hidup berkeluarga yang harus diterima dan dipatuhi oleh masing-masing suami istri. Ada peran perempuan sebagai masyarakat dan warga negara yang memiliki hak bernegara dan berpolitik, menuntut perempuan untuk melakukan peran sosial. 

Begitu pula, peran perempuan di dalam ranah politik. Bahwa yang kita ketahui segala hal yang berkaitan dengan politik, mempelajari tentang ketatanegaraan atau tentang sistem pemerintahan, yang menangani segala urusan dan tindakan dalam  kebijakan. 
 
Bicara perjuangan di medan perang tidak ada batasan laki-laki dan perempuan. Perjuangan sifatnya fardhu ain bagi setiap manusia. Namun, ada hal yang dapat dilakukan dengan perempuan tapi tidak dapat dilakukan dengan laki-laki, begitupun sebaliknya. 

Hukum islam memperbolehkan perempuan menjadi seorang pemimpin di ranah publik atau politik apabila ahli dalam bidangnnya dan memenuhi syarat. Dengan syarat, seperti menutup auratnya, mendapat izin dari yang berhak memberi izin, aman dari fitnah, tidak menjadi sebab timbulnya munkar. Apabila tidak memenuhi syarat, hukumnya haram dalam surah ( Ali-Imran; 159). 
Asumsi keahlian dalam memimpin suatu urusan, maka perempuan menjadi pemimpin bukan hanya dalam tingkatan rendah, tetapi bisa menduduki jabatan publik diporsi puncak. Perempuan tidak hanya sebagai hakim saja, ia dapat menjadi kepala negara asalkan profesional cakap dalam memimpin negara. Sesuai dengan prinsip umat islam mengenai keadilan. Maka diskriminasi perempuan dalam posisi publik tidak bisa dibenarkan. Sejatinya, kepemimpinan merupakan hak yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki. Dalil misoginis yang menjadi pernyataan dalam pembatasan ruang perempuan seperti laki-laki sebagai pemimpin perempuan dalil ini harusnya diletakkan dalam konteks hubungan domestik dalam rumah tangga. Sehingga, tidak bisa digunakan untuk menghalangi hak perempuan atas posisi publik. 

Selain itu, perempuan boleh bekerja dalam rumah atau di luar rumah. Dengan catatan, bila tidak terjadinya fitnah. Tempat bekerja yang aman dari fitnah dan meminta izin dari wali atau suami. Bahwa tidak ada ayat al-quran yang membatasi perempuan dalam memilih dan melakukan pekerjaan baik di rumah atau di luar. Selama pekerjaan yang dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, dan tetap memelihara agama serta menghindari dampak negativ dari lingkungan pekerjaan. Meskipun begitu, selama perempuan bekerja tetap tidak boleh melupakan kodratnya sebagai perempuan dalam menjalankan tanggung jawabnya. Perempuan boleh bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga kemuliaan, jika tidak ada yang memberi nafkah. 

Stigma yang melekat dalam diri perempuan, perlu adanya pemahaman baik dari diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar. Apalagi bagi masyarakat pedalaman, yang sering kita dengar setinggi apapun perempuan sekolah, pasti akhirnya akan ke dapur, sumur dan kasur hal ini yang perlu kita hadapi bersama melakukan sosialisasi terhadap pemahaman masyarakat tentang peran perempuan, melalui edukasi yang kita berikan kepada masyarakat awam. 

Pengaruh kultur yang masih bersifat patriarki dalam mendahulukan laki-laki, pada kenyataannya tingkat perbandingan profesional antara laki-laki dan perempuan. Bahwa laki-laki memiliki kelebihan atas perempuan akhirnya, mengurangi prinsip mulia tentang perempuan menjadi hal yang tidak diperhatikan. Kemudian, mengakibatkan kaum perempuan berada pada posisi subordinasi yakni, yang harus tunduk pada laki-laki. Sementara itu, ada peran non kodrat dalam bermasyarakat masing-masing memiliki tanggung jawab yang sama seperti dalam surah (At-taubah ;71). 

Peran perempuan dalam proses pembentukan dan pewaris budaya ditentukan oleh kedudukannya dalam masyarakat. Kaidah-kaidah struktural kemasyarakatan memberi arahan mengenai kebudayaan bagi perempuan. Perempuan memiliki keahlian dan kekhasan tertentu mengenai budaya. Contoh, peran perempuan sebagai  guru, salah satu unsur pembentukan budaya adalah melalui pendidikan. Pendidikan menjadi landasan pembentukan peradaban bangsa, dengan pendidikan kebudayaan dibentuk dan dirawat tanpa menghilangkan ciri masing-masing daerah. 

Berdasarkan tiga peran diatas yang sudah dijelaskan, bahwa agama Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam ranah publik. Semua makhluk baik laki-laki atau perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga bumi serta membangun peradaban untuk Indonesia. Perempuan dapat melakukan peran sosial di masyarakat dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa melupakan kodratnya. Selain itu Islam memperbolehkan perempuan menjadi pemimpin dalam negara bila ia ahli dalam bidangnya dan memenuhi syarat yang ditentukan. Kemudian, dalam kepemimpinannya menjunjung tinggi nilai keadilan serta profesional dan cakap dalam mengambil kebijakan. Di dalam ranah ekonomi, perempuan diperbolehkan bekerja di luar atau di dalam rumah untuk memenuhi kebutuhannya bila tidak ada yang memberikan nafkah. Selama pekerjaan yang dilakukannya terhormat, sopan, dan tetap memelihara agama serta menghindari dampak negativ dari lingkungan pekerjaan. Bila kedudukan perempuan dalam proses sistem negara dilibatkan akan menjadi suatu keberhasilan bagi negara itu sendiri. 

Oleh : Asya Apiah 
PK PMII STAI AT-TAQWA 
PC.PMII Kab. Bekasi 
Editor : Eky
×
Berita Terbaru Update