Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hak dan Gerakan Mahasiswa di Dunia Digital

Tuesday, March 28, 2023 | 4:12 AM WIB Last Updated 2023-03-28T11:12:46Z



Dewasa ini jumlah pemuda semakin melunjak di Indonesia. Menurut hitungan Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 64,19 juta jiwa atau setara dengan 25% seperempat jumlah penduduk di Indonesia.

Hal ini menjadi harapan besar dan mimpi indah untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju bukan hanya negara berkembang. Sumbangsih dan kontribusi dari pada pemuda khususnya mahasiswa inilah yang akan menentukan arus bangsa kedepan.

Mempunyai negara yang lebih progres, sebetulnya hak daripada masyarakat yang harus diberikan oleh pemerintah melalui program-program edukatif, yang dalam hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah itu sendiri.

Kendati demikian, terwujudnya program yang profesional dan proporsional tentu harus melewati berbagai hal, mulai dari perencanaan, musyawarah, diskusi sampai tahap akhir yaitu realisasi. Maka dalam hal ini, pemerintah harus mendengarkan (menampumg) aspirasi masyarakat yang diperjungkan oleh mahasiswa, demi tercapainya program yang pro terhadap masyarakat.

Namun terkadang, pemerintah mengabaikan perjuangan para mahasiswa. Pemerintah apatis terhadap gerakan mahasiswa yang turun jalan. Aspirasi mahasiswa yang diperjungkan bukan mendapatkan respon positif, justru mendapatkan banyak intimidasi, mulai dari tekanan pribadi, keluarga hingga organisasi yang menjadi tempat prosesnya.

Namun, hal itu tidak memadamkan api semangat para mahasiswa, khususnya mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang sudah menjadi kader pergerakan.

Kader PMII tidak bungkam sampai disitu, semua usaha dalam menyampaikan aspirasi terus dikobarkan dalam situasi dan kondisi apapun, baik dilakukan di dunia nyata maupun di dunia maya (sosmed/internet), karena hal itu sudah menjadi komitmen mereka sebagai Kholifah Fil ard.

Kader PMII berkomitmen, bahwa segala bentuk aspirasi harus selalu digaungkan dalam bentuk apapun, baik melalui turun jalan maupun gerakan media, Sampai kesejahteraan masyarakat khususnya kaum mustadafin (kaum yang tertindas) terwujud.

Di dunia digitalisasi ini tergambar bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai penduduk pengguna internet sebanyak 143,260,000 Jiwa, (APJII, 2017).

Oleh karena itu, banyak cara yang bisa dilakukan oleh kader PMII untuk menyampaikan aspirasi agar terdengar oleh pemerintah atau bahkan diketahui oleh publik. Diantaranya adalah memanfaatkan sosial media. Namun hal ini tidak menafikan cara yang lain, seperti menggunakan administrasi (surat menyurat), pengeras suara, aksi turun jalan, mimbar bebas dan lain-lain

Menyampaikan aspirasi adalah salah bentuk ekspresi kader terhadap kebijakan yang tidak sehat. Selain menjadi kewajiban, hal itu juga menjadi hak kader sebagai bangsa Indonesia yang sudah dilindungi oleh Undang Undang, seperti UU PBB pada 10 Desember 1948 di pasal 19 (Paris).

Meskipun demikian, ketika mahasiswa khususnya kader PMII menyampaikan aspirasi selalu mendapatkan banyak intimidasi, bahkan diteror secara pribadi. Tawaran, tekanan, perlawanan dan halangan juga di lakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Meskipun aspirasi tersebut di sampaikan di sosial media, namun tidak mengurangi upaya pemerintah dalam menghalangi hal tersebut, sampai ada yang di tutup akses internetnya.

Hal ini menjadi problem yang harus di selesaikan, karena upaya seperti ini termasuk marginalisasi ekspresi dalam digital. Karena pada dasarnya, kebebasan berekspresi dan mendapatkan informasi melewati internet itu juga merupakan Hak mahasiswa yang harus dilindungi, namun nyataannya hak tersebut justru mengalami distorsi yang cukup aneh. Bahkan, Hak Berekspresi dan Mendapatkan Informasi dalam dunia Maya, sebetulnya juga merupakan Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi (Hasil Riset Internet Society di 20 Negara dengan hasil 83%).

Para mahasiswa ketika berani bersuara di sosial media yang dianggap bersebrangan dengan pendapat pemerintah justru dibungkam dan ditutup akses internet nya dengan berpayung hukum, seperti UU No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Perlu kita ketahui bersama, bahawa UU No 19 tahun 2016 ITE atau Peraturan Mentri Komunikasi dan Informatika No 19 tahun 2014 merupakan UU terhadap konten yang bersifat negatif bukan pendapat masyarakat. Justru ini menjadi evaluasi bersama, agar harmonisasi dan kebebasan masyarakat terjalin dengan baik.

Dari beberapa problem di atas, maka penulis menganggap, pemerintah yang semacam ini adalah pemerintah anti kritik. Karena kritik yang di lakukan mahasiswa diistilahkan dengan mengujar kebencian yang akan menimbulkan permusuhan, yang akan berdampak negatif. Padahal mengkritik pada dasarnya hanya ingin menyampaikan pendapat atas sesuatu kebijakan yang menjanggal. Justru hal ini wajar jika mahasiswa ingin tahu lebih dalam terkait kebijakan yang diambil.




Penulis : Amrizal F
Biro Kaderisasi Rayon Halim Perdana Kusuma
Editor : M. Hazim Al Ahzab
×
Berita Terbaru Update