Semakin pesatnya era globalisasi, semakin banyaknya lapangan kerja yang menjanjikan upah besar terhadap pekerjaanya yang menyebabkan terjadinya daya tarik terhadap masyarakat luas mengenai urbanisasi besar-besaran yakni perpindahan penduduk desa ke perkotaan. Hal ini guna menyambung kebutuhan finansial hidupnya secara optimal dan tercukupi. Penulis mengangkat judul ini disebabkan melihat fenomena yang ada di Surabaya utara khususnya daerah SP (samaran) dan sekitarnya. Adapun salah satu survei berdasarkan fakta dan data di tahun 2023, penulis mengamati banyaknya masyarakat perantauan 85% suku Madura sisanya dari Jawa ataupun luar Jawa, demi menyambung hidupnya di perkotaan. Hal ini bisa dibilang kontradiktif dalam beberapa sudut aspek, yakni pembangunan dan ekonomi.
Perlu diketahui bahwa proses urbanisasi suatu masyarakat daerah tanpa diiringi oleh kekuatan emosional serta pengetahuan yang cukup universal, maka akan berpotensi menjerumuskan kehidupan marginal. Penulis melihat secara kasat mata sebagian warga yang tinggal di pinggiran rel kereta api, bantaran kali, sedangkan sebagian besar tinggal di gang-gang yang cukup terbilang kumuh sehingga terjadilah lingkungan hidup yang bahaya untuk kesehatan. Hal ini disebabkan beberapa faktor baik dari eksternal keluarga sebagaimana tergiringnya opini mengenai motivasi hidup mereka yang hanya mengandalkan “hidup mewah” tanpa disadari bahwa mereka memiliki pendidikan dan keterampilan yang minim jika dibandingkan dari masyarakat urbanisasi dari berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan sebagainya.
Bisa kita lihat setelah mengetahui alasan eksternal maka kesimpulan terkait faktor internal inilah yang sebenarnya perlu kita prihatin sebesar-besarnya dalam mengubah kondisi masyarakat miskin menjadi lebih baik dan bisa mengantarkan pada proses kemandirian.
Berkaitan dengan esensi pemberdayaan upaya menciptakan suasana atau iklim yang berkembang, maka dalam buku penanggulangan kemiskinan karya Ardhito Bhinadi, pemberdayaan itu meliputi tiga komponen penting antara lain pengembangan, menguatkan potensi, dan menciptakan kemandirian. Logika ini didasari oleh bahwa setiap masyarakat pasti memiliki daya, namun mereka tidak menyadari atau mungkin belum diketahui secara eksplisit.
Caranya ialah suatu daya tersebut harus digali dan kemudian dikembangkan sehingga dapat mendorong serta memotivasi betapa pentingnya kesadaran untuk terus dikembangkan.
Melihat kerasnya kehidupan di daerah tersebut yang sangat kompleks. Mengapa dikatakan keras? Karena sebagian keluarga terhimpit oleh kebutuhan hidup dengan pendapatan sangat rendah dan tidak memadai. Justru bisa dikatakan penghasilan mereka tidak setara dengan pemenuhan kebutuhan primer yang cukup bernilai tinggi dalam upaya menyandang hidupnya.
Dengan adanya pemberdayaan, secara tidak langsung dapat memfasilitasi masyarakat urbanisasi dalam merencanakan serta mengelola sumber daya lokal secara terstruktur agar mendapatkan hasil yang efisien, baik dalam ekonomi, ekologi maupun sosial. Meskipun pemberdayaan bukanlah sebuah proses jangka pendek sehingga perlunya memiliki potensi dan kemandirian dalam terealisasikannya.
Apa strategi yang digunakan?
Penanggulangan kemiskinan merupakan agenda utama Dalam UU No.25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004 yang mana strategi yang digunakan sifatnya holistik. Salah satu yang bisa digunakan yakni mengembangkan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi kelompok masyarakat miskin, dengan memberi dorongan kepada mereka agar mampu memanfaatkan teknologi digital dengan bijak. Sehingga muncul ide-ide atau inovasi berjualan produk lokal melalui aplikasi atau e-commeers. Sehubungan dengan potensi SDM di daerah tersebut, mayoritas dari mereka ialah kurangnya pendidikan yang tinggi, maka untuk mensukseskan hal tersebut diperlukan pelaksanaan perubahan paradigma dengan meredefinisi peran pemerintah yang akan lebih memberi otonomi pada rakyat, adanya transformasi kelembagaan dari yang bersifat represif menjadi representatif dan transparansi penyelenggaraan pemerintah, atau bisa menggunakan pendekatan yang sifatnya universal. Dimana pendekatan ini tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah saja melainkan pihak swasta atau lembaga lainnya tidak berlangsung secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Yakni melalui pendekatan pembelajaran kelompok atau mendirikan organisasi secara partisipatif yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis. Apabila pemerintah atau elemen suatu kelembagaan daerah turun tangan atas penanggulangan kaum marginal atau kelompok kemiskinan di kawasan tersebut tersebut kemungkinan urbanisasi besar-besaran itu tidak terjadi lagi di setiap tahunnya.
Alasannya, motivasi yang mereka miliki hanyalah cara bagaimana agar bisa hidup diperkotaan dan mudah mencari segala pekerjaan yang diinginkan dengan maksud memenuhi kebutuhan hidupnya di kota-kota besar. Kondisi pemenuhan kualitas hidup yang lebih baik belum menjadi pemikiran mereka dikarenakan tingkat kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki belum menunjang terhadap peningkatan tersebut. Oleh karena itu kehadiran dan meluasnya perkembangan e-commerce sudah masif dan akan menjadi persoalan serius dalam mempromosikan dan menjual produk lokal tanpa melakukan urbanisasi di suatu perkotaan hanya dengan motivasi yang “ingin mendapat keuntungan yang banyak”.
Kemajuan teknologi digital disatu sisi menawarkan keuntungan bagi para pihak yang dapat memanfaatkan kesempatan dengan cerdas, disisi lain ada pula hal negatif ketika masih banyak pelaku bisnis yang gagap dalam memanfaatkan berbagai kelebihan teknologi digital.
Penanggulangan urbanisasi upaya menghidupkan sektor ekonomi rakyat
Trik efektif untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan pada masa mendatang maka harus didasari oleh kekuatan sumberdaya domestik. Di daerah tersebut para perantauan mayoritas 85% dari Madura, yang dimana potensi sektor pertanian di Madura terbilang cukup unggul. Indonesia merupakan masyarakat agraris, selagi dengan jumlah penduduk yang bisa dibilang cukup besar maka peningkatan produktivitas hasil pertanian juga tidak boleh terlepas dari yang namanya peningkatan omset setiap tahunnya dan upah buruh serta revitalisasi pembangunan di pedesaan.
Dari sinilah kita bisa simpulkan titik tolak dalam mengelola pembentukan modal domestik. Lantas apabila masyarakat dan pemerintah konsisten menjalankan strategi ini kemungkinan besar setiap tahapan transformasi struktural dapat teroptimalisasikan menuju masyarakat industri dan jasa dengan nilai tambah yang tinggi secara proporsional kelak. Kesimpulannya, harus ada keberanian merakit kebijakan dan kelembagaan sedemikian rupa sehingga pembentukan modal senantiasa terarah pada peningkatan produktifitas mayoritas warga bangsa. Sejalan dengan pepatah Bung Hatta bahwa “Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tapi akan bercahaya karena lilin-lilin di desa”, artinya apabila problematika sosial ekonomi di pedesaan teratasi maka sebagian besar tantangan pembangunan di Negeri dapat kita lewati.
Penulis: Novi Widiyana (Kader Pmii Rayon Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya)
Editor: Titis Khoiriyatus Sholihah
