Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Rumah Kedua Bernama PMII, Solidaritas yang Menyatu, Cinta yang Mengakar

Monday, August 25, 2025 | 3:53 PM WIB Last Updated 2025-09-24T10:42:14Z



Pendahuluan
Menjadi mahasiswa bukan hanya tentang menempuh pendidikan di ruang kelas, melainkan juga proses menemukan jati diri, nilai, dan keluarga baru di luar lingkaran rumah. Kehidupan kampus sering kali penuh dengan dinamika, ada yang sibuk mengejar prestasi akademik, ada yang aktif di berbagai organisasi, dan ada pula yang mencari wadah untuk mengembangkan diri sekaligus membangun jejaring persaudaraan.

Di antara berbagai organisasi mahasiswa yang ada, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) hadir bukan sekadar sebagai wadah kegiatan, melainkan sebuah rumah kedua. Arti rumah kedua ini menghadirkan suasana hangat bagi setiap kader, tempat mereka bertumbuh, berbagi cerita, dan menemukan arti kebersamaan. Solidaritas yang menyatu membuat mahasiswa tidak merasa sendirian menghadapi tantangan, sementara cinta yang mengakar menjadikan setiap langkah perjuangan terasa lebih tulus dan bermakna. PMII menjadi ruang belajar sekaligus ruang pengabdian yang melampaui batas-batas akademik, melahirkan generasi muda yang siap mengabdi untuk umat, bangsa, dan negara. 

Sejak berdirinya pada 17 April 1960 di Surabaya, PMII telah menjadi wadah kaderisasi yang konsisten membentuk mahasiswa Islam berlandaskan nilai Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja An-Nahdliyah). Dari generasi ke generasi, PMII tidak hanya menjadi ruang berkumpul, tetapi juga pusat perjuangan intelektual, sosial, dan spiritual. Sejarah panjang itu menjadikan PMII bukan sekadar organisasi mahasiswa biasa, melainkan sebuah gerakan yang mengakar dalam denyut perjuangan bangsa. Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi yang sering melahirkan individualisme, PMII justru meneguhkan kembali pentingnya solidaritas dan cinta. Mahasiswa diajak untuk tidak larut dalam ego pribadi, melainkan hadir sebagai bagian dari komunitas yang saling mendukung. Di sinilah letak keistimewaan PMII, ia mampu menjadi rumah yang menghadirkan rasa memiliki, bahkan ketika kader datang dari latar belakang sosial, budaya, dan daerah yang berbeda-beda.

Rumah kedua ini juga menjadi laboratorium kehidupan, tempat mahasiswa belajar memimpin sekaligus dipimpin. Mereka dilatih untuk kritis dalam berpikir, bijak dalam bersikap, dan tulus dalam mengabdi. Proses kaderisasi di PMII tidak hanya menekankan pada aspek intelektual, tetapi juga spiritual dan emosional. Di sinilah mahasiswa menemukan bahwa cinta pada ilmu, sesama, dan bangsa adalah bekal utama dalam perjalanan mereka. Lebih jauh, PMII bukan hanya organisasi untuk saat ini, melainkan juga jembatan menuju masa depan. Solidaritas yang menyatu dan cinta yang mengakar menjadi fondasi kuat bagi kader untuk menghadapi berbagai tantangan zaman. PMII memberikan keyakinan bahwa perjuangan mahasiswa tidak pernah sendirian, karena selalu ada rumah yang siap menyambut, membimbing, dan menumbuhkan.

Solidaritas yang Menyatu
Solidaritas adalah ruh dari setiap gerakan mahasiswa. Tanpa solidaritas, perjuangan hanya akan menjadi suara-suara terpisah yang tidak berdaya. Di PMII, solidaritas bukan sekadar slogan, tetapi budaya yang hidup dalam keseharian. Mahasiswa yang bergabung ke dalamnya segera merasakan ikatan emosional yang kuat, seolah telah lama menjadi bagian dari keluarga besar ini. Solidaritas itu tampak dalam momen-momen sederhana: berbagi makanan di sekretariat, saling membantu dalam tugas kuliah, atau menemani sahabat yang tengah dirundung masalah.

Solidaritas juga terlihat nyata ketika kader PMII turun ke jalan menyuarakan aspirasi masyarakat. Mereka tidak hanya bergerak untuk kepentingan kelompok, tetapi juga untuk memperjuangkan keadilan sosial. Seperti yang pernah diungkapkan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) salah satu tokoh besar Nahdlatul Ulama yang juga dekat dengan PMII, “Gerakan mahasiswa adalah gerakan moral, yang tugas utamanya menjaga nilai-nilai kemanusiaan.” Solidaritas di PMII lahir dari kesadaran moral tersebut, bahwa mahasiswa harus saling menguatkan demi menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Cinta yang Mengakar
Lebih dari solidaritas, PMII menanamkan nilai cinta yang mendalam dalam setiap proses kaderisasinya. Cinta di sini tidak sekadar dalam makna emosional, tetapi juga spiritual, intelektual, dan sosial. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, cinta pada ilmu, cinta kepada sahabat seperjuangan, hingga cinta pada tanah air dan bangsa. Proses kaderisasi PMII, mulai dari Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA), Pelatihan Kader Dasar (PKD), hingga Pelatihan Kader Lanjut (PKL), semuanya berorientasi pada penanaman cinta ini. Mahasiswa diajak memahami bahwa perjuangan tanpa cinta hanyalah formalitas, sedangkan cinta menjadikan perjuangan penuh ketulusan.

Dalam sejarahnya, PMII selalu menekankan pentingnya mengakar pada nilai Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja An-Nahdliyah), yang mengajarkan moderasi, toleransi, dan cinta kasih. Inilah yang membuat PMII mampu bertahan di tengah arus perubahan zaman. Cinta yang mengakar itu pula yang mengikat kader dalam persaudaraan abadi, bahkan ketika mereka telah menyelesaikan masa studi dan menempuh jalan masing-masing. Solidaritas yang menyatu dan cinta yang mengakar bukanlah tujuan akhir, melainkan pijakan untuk melangkah lebih jauh: pengabdian. PMII selalu mengajarkan bahwa mahasiswa adalah agen perubahan yang tidak boleh berhenti pada wacana intelektual semata. Mereka harus turun tangan, hadir di tengah masyarakat, dan memberikan kontribusi nyata.

Bentuk pengabdian PMII beragam, mulai dari bakti sosial, gerakan literasi, advokasi kebijakan, hingga pemberdayaan masyarakat desa. Pengabdian itu bukan hanya sekadar program kerja, melainkan refleksi dari cinta yang telah tumbuh dalam diri setiap kader. Dengan cinta, pengabdian tidak lagi dipandang sebagai kewajiban, tetapi sebagai panggilan hati. Pengabdian yang dilakukan PMII juga berakar pada semangat kebangsaan. Seperti yang pernah ditegaskan oleh KH. Said Aqil Siroj, “PMII adalah laboratorium kader bangsa yang siap menjaga keutuhan NKRI.”

Dalam setiap pengabdiannya, PMII mengajarkan bahwa cinta pada tanah air adalah bagian dari iman, dan mengabdi kepada bangsa adalah wujud nyata dari kecintaan itu. Tidak berlebihan jika banyak kader menyebut PMII sebagai rumah kedua. Di rumah ini, mereka menemukan persaudaraan yang sejati, solidaritas yang tidak terputus, dan cinta yang selalu mengakar. Rumah ini tidak hanya menempa kemampuan intelektual, tetapi juga membentuk kepribadian yang peduli, toleran, dan penuh kasih sayang. PMII bukan hanya organisasi mahasiswa yang bergerak dalam lingkup kampus, tetapi juga sebuah ruang kehidupan. Ketika kader merasa lelah dengan beban kuliah atau persoalan pribadi, rumah kedua ini hadir untuk menyemangati. Ketika kader bingung menghadapi tantangan zaman, rumah ini memberikan arah. Dan ketika kader ingin mengabdi, rumah ini menyediakan jalan. Rumah kedua bernama PMII melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara emosional dan spiritual. Alumni PMII banyak yang menjadi tokoh masyarakat, akademisi, politisi, dan ulama. Semua itu bermula dari cinta yang diikat sejak mereka menjadi bagian dari rumah ini.

Persoalan yang Dihadapi PMII
Meski dikenal sebagai rumah kedua yang penuh solidaritas dan cinta, PMII tentu tidak terlepas dari berbagai persoalan yang dihadapi, baik internal maupun eksternal. Sebagai organisasi mahasiswa yang sudah berdiri lebih dari enam dekade, PMII dituntut untuk terus relevan di tengah perubahan zaman. Dinamika sosial, politik, ekonomi, dan perkembangan teknologi digital menjadi tantangan yang harus dihadapi agar organisasi ini tetap mampu menjawab kebutuhan kadernya dan masyarakat luas.

Salah satu persoalan internal yang kerap muncul adalah masalah kaderisasi. Tidak semua anggota baru dapat bertahan hingga jenjang kaderisasi berikutnya karena berbagai faktor, mulai dari kesibukan kuliah, minimnya motivasi, hingga kurangnya pengelolaan yang sistematis dari pengurus. Hal ini menyebabkan keberlanjutan kaderisasi terkadang terhambat, sehingga kualitas sumber daya manusia di tubuh PMII tidak merata di setiap tingkatan. Padahal, kaderisasi adalah jantung organisasi yang menentukan arah perjuangan di masa depan.

Di sisi lain, persoalan eksternal juga tidak kalah kompleks. Kehidupan mahasiswa kini diwarnai derasnya arus globalisasi dan digitalisasi yang sering kali melahirkan budaya instan, individualisme, bahkan apatisme terhadap organisasi. Tantangan ini membuat PMII harus bekerja lebih keras untuk menanamkan nilai solidaritas dan cinta pada generasi muda yang lebih akrab dengan dunia digital ketimbang diskusi tatap muka. Jika tidak diantisipasi dengan strategi yang tepat, PMII bisa kehilangan daya tarik di mata mahasiswa baru. Selain itu, persoalan pendanaan juga menjadi salah satu problem klasik organisasi mahasiswa, termasuk PMII. Kegiatan sosial, pendidikan, maupun advokasi tentu memerlukan biaya. Namun, tidak semua cabang atau komisariat memiliki akses sumber daya yang sama. Akibatnya, terdapat kesenjangan aktivitas antara satu daerah dengan daerah lain. Kondisi ini kadang menimbulkan rasa frustasi di kalangan kader yang ingin bergerak, tetapi terbatas oleh sarana dan prasarana.

Persoalan lain yang perlu dicermati adalah bagaimana PMII menjaga idealisme di tengah arena politik praktis. Banyak kader yang kemudian berkiprah di ranah politik setelah lulus, dan hal itu wajar sebagai bentuk pengabdian. Namun, ketika politik praktis masuk terlalu jauh ke dalam organisasi, tidak jarang muncul konflik kepentingan yang bisa menggerus solidaritas dan cinta di tubuh PMII sendiri. Menjaga keseimbangan antara idealisme gerakan mahasiswa dan realitas politik bangsa adalah tantangan besar yang harus terus diperhatikan.

Penutup
Pada akhirnya, PMII bukan hanya organisasi mahasiswa, melainkan rumah kedua yang selalu hidup di hati setiap kadernya. Solidaritas yang menyatu di dalamnya menjadikan persaudaraan semakin kuat, sementara cinta yang mengakar menuntun pada pengabdian yang tulus. Di rumah ini, mahasiswa belajar arti persahabatan, makna perjuangan, dan pentingnya pengabdian. Dari rumah inilah lahir generasi yang siap membela nilai kemanusiaan, menjaga keutuhan bangsa, dan menyebarkan cinta kasih dalam kehidupan. 

Selama solidaritas tetap dijaga dan cinta terus dirawat, PMII akan selalu menjadi rumah yang tak tergantikan. Sebuah rumah di mana setiap kader merasa pulang, belajar, tumbuh, dan berjuang bersama, demi terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan penuh cinta kasih.
PMII berfungsi tidak hanya sebagai organisasi mahasiswa, melainkan juga sebagai institusi kaderisasi yang memiliki peran strategis dalam membentuk karakter, intelektualitas, dan kepedulian sosial kader-kadernya. Konsep “rumah kedua” yang disematkan pada PMII mencerminkan adanya ikatan emosional sekaligus struktural yang mampu menopang mahasiswa dalam proses akademik maupun sosial kemasyarakatan. 

Solidaritas yang menyatu serta cinta yang mengakar menjadi basis kultural organisasi ini dalam mencetak generasi muda yang berdaya saing, berintegritas, dan berorientasi pada pengabdian. Meskipun demikian, PMII tidak terlepas dari berbagai persoalan. Problem kaderisasi, tantangan globalisasi, keterbatasan pendanaan, serta tarik-menarik kepentingan politik menjadi faktor yang dapat menghambat optimalisasi peran organisasi ini. Namun, modal historis, kultural, dan ideologis yang dimiliki PMII, terutama berlandaskan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah, menjadi kekuatan utama untuk menjaga eksistensinya di tengah dinamika perubahan zaman.

Dengan demikian, PMII memiliki posisi penting sebagai ruang pengembangan diri mahasiswa sekaligus laboratorium kepemimpinan bangsa. Apabila solidaritas dapat terus dipelihara dan cinta dijadikan dasar setiap gerakan, maka PMII akan tetap relevan dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan menjaga keseimbangan antara idealisme gerakan mahasiswa dan realitas sosial, PMII akan terus menjadi rumah kedua yang melahirkan kader-kader berkomitmen pada nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebangsaan.


Penulis : Setia Purnama S Tinambunan (PC PMII Padangsidimpuan-Tapsel)
Editor : Titis Khoiriyatus Sholihah
×
Berita Terbaru Update