Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pendidikan Bahasa Arab: Antara Kepentingan Religius dan Ketidakseriusan Negara

Wednesday, November 26, 2025 | 7:51 PM WIB Last Updated 2025-11-27T03:51:33Z




Bahasa Arab bukan sekadar bahasa komunikasi, melainkan bahasa peradaban, agama, dan ilmu pengetahuan. Dalam tradisi Islam, Bahasa Arab memiliki kedudukan yang sangat sentral: ia merupakan bahasa wahyu, bahasa Al-Qur’an, sekaligus bahasa utama dalam literatur keislaman klasik yang menjadi rujukan berbagai disiplin mulai dari fikih, tafsir, hadis, hingga filsafat.

Oleh karena itu, mempelajari Bahasa Arab bagi umat Islam bukan hanya sebagai alat linguistik, melainkan sebagai pendekatan terhadap teks-teks otentik yang menjadi fondasi keyakinan dan cara berpikir keislaman. Di Indonesia negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia Bahasa Arab secara historis dan sosiologis telah hadir dalam ruang pendidikan, terutama di pesantren dan madrasah. Lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadikan Bahasa Arab sebagai bagian penting dari kurikulum mereka, baik secara formal maupun nonformal. Hal ini mencerminkan adanya kepentingan religius yang kuat terhadap Bahasa Arab di kalangan masyarakat Muslim Indonesia.

Meskipun kepentingan religius masyarakat sangat besar terhadap Bahasa Arab, kenyataannya dalam praktik pendidikan nasional Bahasa Arab sering tidak memperoleh perhatian yang memadai sebagai bagian penting dari sistem pendidikan. Beberapa aspek yang menunjukkan “ketidakseriusan” negara antara lain adalah: kurikulum yang kaku, kurangnya pelatihan guru, dan minimnya sarana dan prasarana.

Salah satu masalah utama adalah bahwa kurikulum Bahasa Arab yang digunakan cenderung berorientasi pada hafalan struktur gramatikal dan penerjemahan, bukan pada pengembangan keterampilan berbahasa yang komunikatif. Penelitian menunjukkan misalnya bahwa kurikulum Bahasa Arab di MTs dirancang masih banyak berfokus pada wacana sederhana tentang identitas diri, rumah, hobi, profesi, dan lingkungan, tanpa cukup memberi ruang untuk keterampilan produktif seperti diskusi, presentasi, penulisan aktif.  Lebih lagi, kajian mengenai transformasi kurikulum menunjukkan bahwa meskipun telah ada pergeseran paradigma menuju pendekatan komunikatif dan kontekstual, implementasinya belum merata. 

Dengan demikian, kurikulum yang kaku yang masih berorientasi pada hafalan dan penerjemahan membatasi potensi Bahasa Arab sebagai instrumen pemikiran, bukan hanya sebagai bahasa “bacaan”.

Kualitas dan kuantitas guru Bahasa Arab juga menjadi persoalan besar. Penelitian mengungkap bahwa masih banyak guru Bahasa Arab yang belum memiliki kompetensi profesional/pedagogik ideal. Misalnya, “Kompetensi Profesional Guru Bahasa Arab dan Masalah Pembelajaran Bahasa Arab” menyebutkan bahwa banyak guru Bahasa Arab yang tidak memenuhi kriteria ideal, sehingga perlu pengembangan diri dan pelatihan berkelanjutan.

Penelitian lain khusus menyebut kendala dalam implementasi kurikulum “Merdeka Belajar” untuk Bahasa Arab: guru sudah memahami karakter siswa dan desain pembelajaran proyek, namun menghadapi hambatan seperti rendahnya motivasi siswa, terbatasnya materi ajar menarik, dan minimnya lingkungan pendukung serta teknologi.  Masalah ini diperparah oleh minimnya program nasional yang sistematis untuk pelatihan guru Bahasa Arab, terutama dalam teknologi pembelajaran, metode aktif, dan evaluasi modern.

Dari aspek sarana/prasarana, penelitian “Enhancing Arabic Language Learning” menunjukkan bahwa fasilitas kelas seperti ruang belajar, meja-kursi, papan tulis, proyektor/LCD adalah elemen penting yang masih kurang disediakan atau kurang optimal dalam pembelajaran Bahasa Arab.  Studi lainnya mengenai sarana dan prasarana pendidikan menggarisbawahi bahwa bila fasilitas pendukung tidak memadai maka proses belajar‐mengajar tidak akan berjalan efisien dan efektif. Gabungan dari semua hal ini kurikulum yang kurang cocok, guru yang belum optimal, dan fasilitas yang terbatas menghasilkan kondisi di mana pendidikan Bahasa Arab di Indonesia belum mampu menghasilkan lulusan yang mampu berbahasa Arab secara komunikatif atau mengeksplorasi Bahasa Arab sebagai bahasa ilmu dan budaya, melainkan hanya sebagai bahasa bacaan.

Dari sisi guru Bahasa Arab, banyak yang merasakan bahwa mereka “terjebak” dalam kerangka pembelajaran yang tradisional dan sistemik. Guru sering kali diberi beban pengajaran besar dengan materi yang harus dicapai, sementara pelatihan metodologi terkini, bahan ajar kontekstual, dan dukungan teknologi masih sangat minim. Sebagai contoh, berdasarkan penelitian, guru menghadapi tantangan seperti ketidaktersediaan materi ajar Bahasa Arab yang relevan dengan konteks siswa dan kehidupan sehari-hari siswa.  Keterbatasan penggunaan teknologi pembelajaran (interactive media, e-learning) dalam pembelajaran Bahasa Arab.  Kurikulum yang belum memberikan fleksibilitas pada guru untuk mengadaptasi metode yang lebih kreatif dan kontekstual.

Dengan kata lain, guru Bahasa Arab sering mengetahui bahwa metode menghafal dan menerjemahkan tidak cukup untuk membangun keterampilan berbahasa, namun mereka terkendala oleh kerangka institusional yang belum mendukung perubahan metodologis. Untuk mengatasi problematika tersebut, diperlukan solusi yang tidak hanya bersifat umum tetapi juga terukur dan konkret dalam tiga bidang, yaitu kurikulum, pengembangan guru, dan sarana/prasarana & teknologi.
Mendorong pergeseran dari pendekatan grammatik-terjemah ke pendekatan komunikatif-kontekstual: kurikulum Bahasa Arab harus menekankan kemampuan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis (4 skills) dalam konteks sosial dan budaya siswa.

Penelitian menunjukkan bahwa transformasi kurikulum Bahasa Arab di Indonesia telah mulai bergerak ke arah ini.  Mengintegrasikan metode pembelajaran aktif seperti project‐based learning (PBL), task‐based language teaching (TBLT), diskusi kelompok, simulasi, presentasi, dan penugasan lintas mata pelajaran (misalnya Bahasa Arab + ilmu sosial atau Bahasa Arab + teknologi).Mengadaptasi kerangka kompetensi internasional seperti Common European Framework of Reference for Languages (CEFR) untuk bahasa Arab, agar tujuan pembelajaran lebih terukur dan sesuai level kemampuan.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pelatihan guru RPP berbasis CEFR untuk Bahasa Arab sangat diperlukan.  Menyediakan ruang fleksibel dalam kurikulum untuk pemilihan metode dan tema pembelajaran oleh guru, agar memungkinkan adaptasi lokal fleksibel sesuai kondisi siswa. Menyelenggarakan pelatihan berkelanjutan dan sistematis mengenai metodologi pembelajaran Bahasa Arab modern (misalnya PBL, TBLT, flipped classroom, penggunaan multimedia), dengan modul yang spesifik untuk Bahasa Arab.

Mendorong pengembangan kompetensi teknologi guru Bahasa Arab, agar mereka mampu memanfaatkan platform e-learning, video pembelajaran, gamifikasi, dan aplikasi interaktif. Hal ini ditemui sebagai salah satu hambatan dalam implementasi kurikulum Bahasa Arab saat ini.  Membentuk komunitas praktisi guru Bahasa Arab (baik nasional maupun antar-provinsi) untuk berbagi praktik baik, pengembangan bahan ajar, dan dukungan profesional. Mengadakan sistem sertifikasi atau penghargaan khusus bagi guru Bahasa Arab yang inovatif dalam metode pembelajaran dan pengembangan materi ajar. Memastikan tersedianya ruang kelas yang kondusif, dilengkapi dengan meja/koridor interaksi, papan tulis, proyektor/LCD, akses internet, perangkat lunak pembelajaran bahasa, dan bahan ajar multimodal (video, audio, game).

Penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik dan teknologi yang memadai sangat mempengaruhi efektivitas pembelajaran Bahasa Arab.  Mengembangkan bahan ajar dan media pembelajaran kontekstual yang menyesuaikan dengan kehidupan siswa (misalnya tema sehari-hari, sosial media, budaya masa kini) dan bahasa Arab sebagai alat komunikasi, bukan sekadar bacaan kitab kuning. Mendorong penggunaan platform digital pembelajaran Bahasa Arab (e-learning, aplikasi mobile, video interaktif, forum diskusi daring) agar siswa dapat melatih bahasa secara mandiri di luar jam kelas. Menetapkan mekanisme pemeliharaan dan evaluasi sarana prasarana secara periodik agar tidak cepat usang dan tetap relevan dalam mendukung pembelajaran. Penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan sarana dan prasarana yang baik sangat penting.

Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia saat ini berada pada persimpangan antara kebutuhan religius masyarakat dan ketidakseriusan negara dalam menanganinya. Jika dibiarkan terus-menerus, ketimpangan ini akan terus melemahkan kualitas pendidikan Bahasa Arab dan menjauhkan generasi muda dari khazanah keilmuan Islam yang sangat kaya. Sudah saatnya negara tidak lagi menjadikan Bahasa Arab sebagai “beban kurikulum” atau pelajaran tambahan belaka, melainkan sebagai bagian penting dari pembangunan literasi keagamaan, dialog antar-bangsa, dan penguatan identitas nasional yang moderat dan kontekstual. Pendidikan Bahasa Arab yang bermutu adalah investasi jangka panjang bukan hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi penguatan budaya literasi, pemahaman ilmu pengetahuan, dan pembangunan bangsa secara keseluruhan.



Penulis: M. Ghulam Zamroni
Editor: Titis Khoiriyatus Sholihah

×
Berita Terbaru Update