Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Rekonstruksi Gerakan KOPRI dalam Menyikapi Diskriminasi Gender di Ruang Media Publik

Thursday, April 14, 2022 | 1:44 AM WIB Last Updated 2022-04-14T08:46:45Z
Foto Siska Dwi Purwanti

Tidak hanya soal kekuasaan saja yang masih diperdebatkan, namun dalam urusan mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan juga masih banyak yang harus dipahamkan. Kesetaraan bukan hanya sebatas pemenuhan hak dan kewajiban semat, lebih dari itu. Kesetaraan yang ingin dicapai adalah kesetaraan tanpa adanya diskriminasi dari berbagai sudut manapun.

Jika berbicara mengenai kesetaraan gender dari zaman nenek moyang hingga saat ini, tentunya banyak diskriminasi yang mendarah daging dalam konstruksi berpikir serta berperilaku dalam masyarakat. Tentunya bukan hal yang mudah untuk memahamkan apa itu kesetaraan gender jika di dalam masyarakat masih berbenturan dengan nilai-nilai agama dan kebudaya setempat. Dan bukan hal mudah juga jika masyarakat masih memiliki pemikiran kolot akan suatu perubahan besar.

Pada dasarnya laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang diciptakan berbeda namun saling melengkapi satu sama lain. Saling berperan tanpa menjatuhkan pihak gender manapun. Karena pada hakikatnya penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah (utusan) di muka bumi. Namun hingga saat ini masih saja ditemui berbagai diskriminasi gender di berbagai ruang publik. Bahkan semakin pesatnya arus informasi dan komunikasi maka semakin senter pula berbagai kasus yang kita dengar. Tidak hanya di ranah tertentu, tapi di berbagai ruang terbuka seperti media digital yang sekiranya kebutuhan privasi sudah terbiasa menjadi konsumsi publik.

Media saat ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menjalankan berbagai aktifitas. Seperti halnya media masa cenderung menyudutkan dan mengeksploitasi perempuan, bahkan menempatkan perempuan sebagai objek. Tak jarang juga media masa hanya menonjolkan peran perempuan di ranah domestik, baik dalam tayangan iklan, sinetron, maupun artikel. Sehingga diskriminasi perempuan dalam ruang media publik masih sangat terasa. Tidak hanya perempuan saja yang mengalami, namun sebagian besar ketidakadilan lebih di tujukan kepada perempuan.

Tentunya setiap perempuan mempunyai peran,seperti halnya Najwa Shihab seorang presenter di program tv Matanajwa dan Rosianna Silalahi seorang presenter di program tv Rosi. Kedua figur perempuan tersebut memberikan gebrakan di media publik, bahwa keterlibatan perempuan di ranah media tidak hanya sebatas pengisi iklan dan pemeran sinetron. Dari kedua figur tersebut dapat memberikan kita teladan bahwa perempuan bisa terlibat dalam menyalurkan gagasan-gagasan yang membangun, mengkritik kebijakan sistem yang tidak sesuai dan turut andil dalam memperjuangan kesetaran perempuan di ranah media publik.

Sebagai bagian dari aktivis perempuan yang berproses di Korps PMII Puteri, kita harus menyadari dan membuka mindset seluas-luasnya bahwa diskriminasi gender itu nyata adanya. Diskriminasi gender harus dipatahkan, terlebih lagi jika korbannya adalah para perempuan. Sebagai kopri kita dituntut untuk lebih masif lagi dalam membaca isu-isu perempuan disekitar kita. Tidak hanya sebatas pemikiran yang dinormalisasikan saja, tapi harus ada sebuah gerakan nyata yang membawa pada perubahan.

Gerakan tersebut bisa dimulai dalam diri kader kopri masing-masing. Bahwa setiap diri kita mempunyai daya saing untuk membuktikan bahwa perempuan mempunyai tempat di berbagai aspek, tak terkecuali di dalam ruang media publik.
Para kopri harus menyadari akan identitasnya bahwa ada tanggung jawab besar yang harus dituntaskan. Bahwa adanya kopri salah satu tujuannya adalah untuk menghapuskan diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan. Dimana kesetaraan yang diharapkan sangat dijunjung tinggi, bahwa laki-laki dan perempuan dapat berperan bersama dalam berbagai aspek kehidupan.

Seorang feminis perempuan sekaligus ahli filsafat Prancis Simone de Beauvoir mengatakan bahwa “Para perempuan saat ini berada dalam cara yang adil untuk melengserkan mitos feminitas. Mereka mulai menegaskan independensi mereka dengan cara-cara konkret, tetapi mereka tidak mudah berhasil dalam menjalani kehidupan manusia sepenuhnya”.

Tidak mudah memang menghapuskan diskriminasi gender yang masih mengakar kuat pada masyarakat. Tetapi sampai kapan kita hidup dengan pengkotak-kotakan antara laki-laki dan perempuan yang pada dasarnya memiliki hak yang sama. Para kopri harus menjadi pencetus gerakan bahwa ketidakadilan tidak seharusnya di legalkan Ketidakadilan seharusnya menjadi cerminan kita bersama untuk dituntaskan bersama-sama. Jika kita saling bersinergis dalam berbagai aspek kehidupan,maka kesejahteraan akan tercipta dengan sendirinya.

Penulis : Siska Dwi Purwanti
Ketua KOPRI PK PMII UNESA
PC PMII Surabaya
Editor : Titis
×
Berita Terbaru Update