Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

PMII di Persimpangan Zaman, Antara Idealitas Gerakan dan Tantangan Digital

Monday, March 3, 2025 | 7:11 AM WIB Last Updated 2025-03-03T15:11:29Z


Seiring berjalannya waktu, organisasi-organisasi mahasiswa di Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar yang tidak hanya berasal dari dunia kampus itu sendiri, tetapi juga dari dinamika sosial, politik, dan budaya yang berkembang pesat. Salah satu organisasi yang terus berupaya menjadi motor penggerak perubahan di kalangan mahasiswa adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Sejak awal berdirinya, PMII memiliki peran yang signifikan dalam membentuk pemikiran kritis mahasiswa serta memberikan kontribusi terhadap dinamika sosial-politik Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Soe Hok Gie, "Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk menjadi manusia merdeka." (Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran).

Hal ini sejalan dengan visi PMII, yang mengajak anggotanya untuk tetap berpegang pada idealisme dan berjuang demi perubahan sosial yang lebih baik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tantangan besar muncul yang menguji relevansi visi tersebut. PMII mengalami degradasi yang cukup signifikan. Degradasi ini tidak terlepas dari serangkaian faktor, baik yang bersumber dari dalam tubuh organisasi itu sendiri maupun dari perkembangan zaman yang semakin kompleks.

Salah satu aspek penting yang mendorong degradasi PMII adalah konflik internal yang terus berlarut. Dalam setiap organisasi, perbedaan pandangan dan kepentingan sering kali menjadi pemicu terjadinya perselisihan. Begitu pula dengan PMII, yang sering kali dibayangi oleh ketegangan antara kelompok-kelompok dalam tubuh organisasi. Persaingan dalam merebutkan posisi-posisi strategis terutama dalam kepemimpinan, menjadi masalah klasik yang terjadi di hampir semua tingkatan, baik itu pengurus pusat maupun cabang-cabang di kampus.

Ketegangan ini sering kali merugikan organisasi, karena alih-alih fokus pada perjuangan bersama, banyak energi yang terkuras untuk menyelesaikan konflik-konflik internal yang tak kunjung selesai. Konflik ini juga semakin diperburuk dengan adanya perbedaan pemahaman ideologis di antara para anggota, yang membuat komunikasi dan kerjasama di dalam tubuh organisasi menjadi semakin sulit.

Seiring berjalannya waktu, PMII juga menghadapi tantangan besar terkait dengan perubahan zaman. Di tengah derasnya arus informasi global dan dinamika sosial-politik yang semakin kompleks, PMII sebagai organisasi mahasiswa harus mampu menyesuaikan diri. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menjaga relevansi organisasi ini dengan kebutuhan zaman tanpa mengorbankan idealisme yang telah mereka pegang sejak awal.

PMII pada awalnya berfokus pada isu-isu yang lebih lokal, seperti masalah sosial, pendidikan, dan pergerakan politik di Indonesia. Namun, di era globalisasi ini, tuntutan untuk merespons isu-isu internasional yang lebih luas, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan gerakan sosial global, semakin mendesak. PMII harus mampu beradaptasi dengan tantangan tersebut agar tidak terjebak dalam sekadar perdebatan ideologis yang tidak relevan lagi dengan kebutuhan zaman.

Namun, proses adaptasi ini tidak selalu berjalan mulus. Salah satu hal yang menjadi tantangan besar adalah perubahan sikap dan karakteristik generasi muda yang menjadi basis utama PMII. Generasi saat ini cenderung lebih terfokus pada pencapaian pribadi, dengan nilai-nilai individualistik yang mendominasi. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang memiliki semangat kolektif yang tinggi, banyak anggota PMII yang kini lebih memilih mengejar kesuksesan pribadi daripada terlibat dalam perjuangan organisasi. Ini tentu saja berdampak pada semangat juang yang semakin menurun dalam organisasi. Perubahan paradigma ini semakin menciptakan jurang antara anggota yang lebih idealis dan mereka yang lebih pragmatis dalam melihat tujuan organisasi.

Selain faktor internal dan perkembangan zaman, pengaruh media sosial juga berperan penting dalam degradasi PMII. Seiring dengan semakin dominannya media sosial dalam kehidupan sehari-hari, pola komunikasi dalam organisasi pun berubah drastis. Media sosial memberi ruang bagi setiap individu untuk menyuarakan pendapat dan berinteraksi tanpa batas, tetapi di sisi lain, hal ini juga membuka peluang bagi munculnya polemik yang tidak sehat. Isu-isu internal yang seharusnya diselesaikan dalam forum yang tertutup, sering kali berujung menjadi konsumsi publik di media sosial. Ketika konflik dan perbedaan pendapat dibahas secara terbuka di dunia maya, hal ini semakin memperburuk citra PMII di mata masyarakat dan mengurangi kredibilitas organisasi.

Seperti halnya faktor eksternal yang turut memengaruhi degradasi PMII adalah fenomena perkembangan media sosial, khususnya aplikasi-aplikasi berbasis video seperti TikTok. Media sosial, yang pada awalnya diharapkan bisa menjadi sarana untuk menyebarkan informasi dan mempererat hubungan antar individu, kini justru menjadi alat yang mengubah cara berpikir, berinteraksi, dan bahkan memengaruhi tujuan hidup banyak orang, terutama generasi muda. Algoritma yang ada pada platform seperti TikTok misalnya, mampu memengaruhi pola pikir penggunanya dengan menyajikan konten-konten yang sesuai dengan preferensi pribadi, yang sering kali hanya mengarah pada kepuasan sesaat.

Fenomena ini berimplikasi besar terhadap cara mahasiswa dan anggota PMII dalam memandang dunia dan berinteraksi dengan organisasi. Dalam ekosistem media sosial yang dipenuhi dengan konten-konten yang cepat dan mudah dicerna, perhatian banyak individu semakin teralihkan dari perenungan mendalam dan diskusi yang konstruktif. Alih-alih membahas isu-isu yang menjadi fokus gerakan organisasi, banyak mahasiswa yang lebih memilih untuk terjebak dalam konsumsi informasi yang tidak mendalam atau bahkan informasi yang sepenuhnya tidak relevan. TikTok dan platform serupa menciptakan pola konsumsi media yang cepat, fragmentaris, dan sering kali emosional. Hal ini menyebabkan anggota PMII, khususnya yang masih berada dalam tahap pembelajaran, lebih fokus pada hal-hal yang bersifat hiburan atau pernyataan singkat yang mudah dibagikan daripada memperdalam pemahaman mereka tentang ideologi dan tujuan organisasi.

Lebih jauh lagi, algoritma TikTok semakin memperburuk fenomena ini dengan "merasuki" pikiran pengguna, membentuk cara berpikir yang cenderung dipengaruhi oleh apa yang terus-menerus muncul di feed mereka. Konten-konten viral yang tidak selalu mengedukasi atau membangun perspektif kritis malah mendorong terjadinya manifesting pemikiran di kalangan pengguna. Pemikiran ini tidak jarang berbelok dari nilai-nilai yang dulu dipegang oleh organisasi seperti PMII, yang mengedepankan diskursus, refleksi ideologis, dan perjuangan bersama. Media sosial telah menciptakan ruang bagi individu untuk mengekspresikan diri mereka, tetapi dalam banyak kasus, hal ini malah mengurangi kesadaran kolektif yang menjadi kekuatan utama dalam organisasi seperti PMII.

PMII, yang awalnya berfokus pada pengembangan pemikiran kritis, perjuangan sosial-politik, serta penguatan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kini terhambat oleh perubahan cara berpikir yang terjadi di kalangan anggotanya. Alih-alih terlibat dalam dialog yang mendalam dan berfokus pada tujuan bersama, banyak individu lebih memilih untuk mengejar popularitas atau perhatian melalui unggahan yang bersifat viral. Organisasi yang seharusnya menjadi tempat bagi pengembangan ide-ide besar dan kontribusi nyata untuk masyarakat, kini tergerus oleh arus media sosial yang mendominasi cara pandang dan bertindak para anggotanya.

Dengan demikian, guna menghadapi tantangan internal maupun eksternal, PMII perlu melakukan reformasi strategis agar tetap relevan dengan visi dan perjuangannya. Penguatan kaderisasi berbasis intelektualitas dan nilai organisasi harus menjadi prioritas utama, dengan membangun budaya diskusi yang sehat serta menyelesaikan konflik internal secara kolektif. Selain itu, pemanfaatan media sosial secara positif perlu dioptimalkan untuk menyebarkan nilai perjuangan organisasi, bukan sebagai arena konflik yang merusak citra PMII. Reorientasi peran dalam isu-isu global serta penyesuaian pola gerakan dengan karakter generasi muda juga menjadi kunci agar PMII tetap dapat menarik minat mahasiswa dan berkontribusi secara nyata di masyarakat. Dengan langkah-langkah ini, PMII dapat kembali menjadi motor penggerak perubahan yang progresif tanpa kehilangan identitasnya sebagai organisasi mahasiswa Islam yang berlandaskan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah dan semangat kebangsaan.




Penulis: Misbahul Lucky Keysa Setiawan
Jabatan: Waka 2 PMII Komisariat IAIN Ponorogo
Editor: Titis Khoiriyatus Sholihah
×
Berita Terbaru Update