Semarang, 21 November 2025 — Ratusan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Semarang membanjiri Jalan Pahlawan dalam aksi demonstrasi besar menolak KUHAP baru yang disahkan DPR RI. Meski diguyur hujan deras, massa PMII tetap memenuhi badan jalan, membawa berbagai spanduk berisi kritik terhadap pasal-pasal kontroversial dalam KUHAP yang dinilai membuka ruang kesewenang-wenangan aparat.
Aksi ini menjadi salah satu demonstrasi terbesar di Jawa Tengah hari ini dan menegaskan posisi PMII Semarang sebagai motor gerakan mahasiswa yang terus mengawal isu demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Apa itu PMII? Organisasi Mahasiswa Islam Progresif Pengawal Demokrasi
PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan organisasi mahasiswa Islam independen yang berdiri sejak 1960. PMII dikenal sebagai organisasi:
Berbasis nilai Ahlussunnah wal Jamaah,
Memiliki tradisi intelektual dan advokasi,
Aktif dalam isu demokrasi, hukum, dan hak asasi manusia,
Serta banyak melahirkan pemimpin nasional.
Di Semarang, PMII hadir melalui belasan komisariat di berbagai kampus. Cabang Semarang dikenal sebagai salah satu cabang yang paling aktif dalam mengawal isu publik dan sering menjadi barometer gerakan mahasiswa Jawa Tengah.
Ketua Cabang PMII Semarang, M. Afiq Nur Cahya, menegaskan bahwa KUHAP baru membuka peluang kriminalisasi dan penyalahgunaan wewenang karena melemahkan mekanisme pengawasan hakim. “KUHAP baru ini memungkinkan penangkapan, penyadapan, dan penggeledahan dilakukan tanpa izin hakim. Ini ancaman langsung bagi warga biasa. PMII tidak akan diam ketika demokrasi berada di titik rawan,” tegas Afiq.
Ia juga menekankan bahwa aksi hari ini adalah bentuk tanggung jawab moral PMII untuk melindungi rakyat dari potensi penyalahgunaan kekuasaan. “Semarang mengawali gerakan ini. Dan kami siap menjadi pusat perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan hukum yang merugikan rakyat,” tambahnya.
Substansi Kritik PMII Semarang terhadap KUHAP Baru
Pengesahan KUHAP yang dilakukan secara cepat menimbulkan kritik karena proses legislasi dinilai minim partisipasi publik dan tidak transparan. Meskipun masyarakat sipil telah menyampaikan analisis dan masukan substansial, seluruhnya dianggap tidak berpengaruh terhadap hasil akhir. Hal ini menunjukkan lemahnya mekanisme deliberatif dalam penetapan regulasi yang memiliki konsekuensi luas bagi warga negara.
KUHAP yang telah disahkan juga dipandang memperluas kewenangan aparat penegak hukum tanpa diimbangi kontrol yudisial yang memadai. Aparat kini dapat melakukan penyadapan, penangkapan, penahanan, penggeledahan hingga operasi terselubung pada tahap awal tanpa izin hakim. Konfigurasi baru ini meningkatkan risiko penyalahgunaan wewenang serta membuka ruang kriminalisasi yang sulit diawasi.
Sejumlah ketentuan menjadi sorotan utama, termasuk Pasal 16 yang memperluas operasi terselubung untuk seluruh tindak pidana, Pasal 5 yang memungkinkan upaya paksa di tahap penyelidikan, serta Pasal 90 dan 93 yang memperlonggar penangkapan dan penahanan tanpa pengawasan pengadilan. Ketentuan restorative justice dalam Pasal 74a, 78, dan 79 juga dikritik karena memungkinkan kesepakatan damai sebelum adanya kepastian tindak pidana, menciptakan ruang penyelidikan yang tidak akuntabel. Selain itu, pasal-pasal terkait penggeledahan, penyitaan, pemblokiran, serta penyadapan tanpa izin hakim (Pasal 105, 112A, 132A, dan 124) dinilai memberi ruang subjektivitas aparat. Penempatan seluruh PPNS dan penyidik khusus di bawah Polri melalui Pasal 7 dan 8 semakin mengonsentrasikan kekuasaan penegakan hukum.
Dari perspektif perlindungan kelompok rentan, KUHAP baru juga dikritik karena tidak memastikan akomodasi layak bagi penyandang disabilitas. Pasal 137A bahkan membuka peluang penahanan tanpa batas waktu bagi penyandang disabilitas mental atau intelektual, yang dinilai rawan praktik koersif dan diskriminatif.
Secara keseluruhan, substansi KUHAP yang telah disahkan ini dipandang menciptakan arsitektur hukum yang berpotensi memperkuat instrumen represif negara. Kekhawatirannya, kewenangan yang terlalu luas dan minim pengawasan dapat diarahkan tidak hanya kepada pelaku kejahatan, tetapi juga terhadap oposisi politik, aktivis, jurnalis, maupun warga biasa.
PMII Semarang Siapkan Arah Gerakan Baru: Konsolidasi, Advokasi, dan Pendidikan Publik
Aksi hari ini disebut PMII Semarang bukan akhir, tetapi awal rangkaian perlawanan terhadap KUHAP baru. Ada tiga agenda besar yang akan mereka dorong setelah aksi ini:
1. Konsolidasi gerakan mahasiswa se-Jawa Tengah
Semarang akan menjadi pusat koordinasi untuk aksi lanjutan.
2. Advokasi dan dialog kebijakan
Mendorong revisi KUHAP melalui audiensi dengan DPRD, Kemenkumham, dan lembaga hukum lain.
3. Pendidikan publik tentang dampak KUHAP baru
PMII berencana membuat kajian terbuka, kelas hukum, dan kampanye digital agar masyarakat memahami risiko KUHAP terhadap hak-hak warga. “Gerakan ini tidak berhenti di jalan. Kami akan hadir di ruang kebijakan dan ruang publik untuk memastikan KUHAP direvisi,” ujar Afiq.
Aksi PMII Semarang Hari Ini Menjadi Penanda Kebangkitan Gerakan Mahasiswa
Demonstrasi besar yang terjadi hari ini membuktikan bahwa PMII Semarang bukan hanya organisasi kaderisasi, tetapi juga kekuatan sipil yang siap mengawal prinsip hukum dan demokrasi. Ribuan mahasiswa yang tetap bertahan di bawah hujan menggambarkan keseriusan mereka dalam mengkritik KUHAP baru.
Aksi ini sekaligus menunjukkan bahwa Semarang kembali menjadi episentrum gerakan mahasiswa nasional.
Tujuh Tuntutan PMII Semarang
Dalam aksi 21 November, PMII Kota Semarang menyampaikan tujuh tuntutan, antara lain:
1. Kami menuntut DPR RI untuk mencabut beberapa pasal kontroversial yang mengabaikan nilai-nilai Hak Asasi Manusia
2. Kami mengecam tindakan represivitas dan kriminilasasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini adalah Kepolisian
3. Kami mendorong kembali Revisi UU KUHAP dengan berlandaskan pada HAM
4. Wujudkan reformasi POLRI dan tegakkan supremasi sipil
5. Menuntut negara untuk segera bertanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat di masa lalu
6. Mendesak kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera menerbitkan Perppu untuk memperpanjang KUHP Nasional dan KUHAP Nasional
7. Mengecam DPR RI yang melakukan klaim secara sepihak terhadap pencatutan Lembaga dan perorangan dalam RDPU penyusunan KUHAP PMII Semarang menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal isu KUHAP bersama kelompok masyarakat sipil lain. “Semua bisa kena jika aturan ini dibiarkan,” demikian seruan yang mengemuka dalam aksi.
Penulis: Dede Idraswara
Editor: Titis Khoiriyatus Sholihah

